Friday, July 3, 2009

Mengenal Santo Paulus---Part 1

Santo Paulus "bersinar laksana bintang yang bercahaya di dalam sejarah Gereja, dan bukan hanya dalam kisah awalnya." (Paus Benediktus XVI, dalam Audiensi pada 25 Oktober tahun 2006) Paulus bukan hanya penulis surat-surat yang kita warisi sekarang ini. Ia pertama-tama dan terutama adalah misionaris. Ia dikenal dengan sebutan Rasul Segala Bangsa dan seorang tokoh penting dalam Gereja, yang penuh warna dan lengkap. Pertemuannya dengan Kristus dalam perjalanan ke Damsyik adalah sumber dari segala pewartaan dan teologinya. Ketika ia melakukan perjalanan ke kawasan Laut Tengah, mengalami penganiayaan, bahaya yang mengancam dalam perjalanan, ia bekerja tak henti-hentinya. Itulah yang menjadi kebanggannya dalam hidup, yaitu mewartakan Injil di tempat-tempat di mana Injil belum pernah diwartakan.
Renungan kita atas tokoh yang penuh warna dan yang memberikan dasar yang kuat pada Gereja selama tahun Yubileum ini akan menjadi sumber dan dorongan baru untuk kegiatan misionaris. Pertama, kita menengok ke figur Paulus. Pengetahuan tentang akar geografis dan religiusnya penting agar kita memahami dengan lebih baik inti dari pertemuannya yang sangat mempengaruhi seluruh hidupnya dengan Kristus serta memahami bagaimana dirinya diubah dan digunakan dalam pelayanan misionernya. Kedua, kita akan melihat bagaimana Paulus memahami dan menyiapkan tugas misionernya. Siapa itu rasul? Bagaimana seorang rasul dikenali? Penting untuk diperhatikan dengan jelas kepada siapa dan di mana Paulus berbicara, bagaimana ia mewartakan Injil, di mana pewartaan, mukjizat dan karya Roh menjadi nyata dalam pelayanannya. Semua aspek ini akan memberi kita suatu pemahaman yang lebih baik tentang karya-karya dasar dari semua aktivitas misionernya.

Siapakah Paulus?


Paulus Orang Tarsus

Santo Lukas mengatakan, Saulus mungkin dilahirkan di Tarsus (Kis 22, 3). Orangtuanya pindah ke Tarsus atau mungkin dideportasi oleh penguasa Roma. Ketika mereka menetap di sana, mereka diberi kewargaan negara Roma, yang diwariskan juga kepada Saulus (Kis 25,11-12). Kita tahu bahwa ia memiliki seorang saudari dan seorang keponakan (Kis 23,16). Paulus bertumbuh besar di Tarsus (Kis 9,11, 30; 11,25; 21,39; 23,3), ibukota dari daerah Kilikia, sekarang Turki. Tarsus, kota besar dan kaya, terletak dalam jalur urat nadi dunia pada waktu itu, pintu masuk ke Asia Kecil. Kota ini terkenal dengan kualitas kain sutranya. Hal ini mungkin menjelaskan mengapa sebagai kota perdagangan, Paulus juga memahami urusan dagang. Tarsus memiliki pemerintahan sendiri, dewan kota yang dipilih, dan mata uang sendiri. Keberadaan komunitas Yahudi selama abad pertama setelah Masehi sangat kuat. Pada tahun 66 sebelum Masehi, kota itu menentang Cassius, pembunuh Yulius Kaisar, dan sebagai hadiahnya Markus Antonius mengangkat status Tarsus menjadi kota bebas, yang tidak lagi membayar pajak. Tarsus dikenal sebagai pusat pendidikan dan filsafat. Strabone, dalam Geografia-nya (14.5.14) mengatakan bahwa Tarsus lebih maju daripada Aleksandria dan tempat lain mana pun dalam bidang pendidikan. Dia berbicara tentang keunggulan sekolah retorikanya. Filsuf Stoik telah membuat Tarsus menjadi tempat tinggal yang menarik. Karena itu hal-hal ini yang menunjukkan jejak ajaran Stoik dapat ditemukan dalam pengajarannya di sepanjang perjalanannya. Santu Paulus menerima kebudayaan ini dalam pendidikannya. Di banyak Surat-suratnya, ia menunjukkan istilah-istilah setempat, argumen yang ditarik dari kebudayaan, filsafat dan sastra zamannya. Elemen yang paling pasti dalam biografi Paulus adalah perjumpaannya dengan Yesus Kristus sekitar tahun 32 dan pemenjaraannya di Roma pada tahun 60-62. Dia menjadi martir di Roma mungkin antara tahun 63-67. Hal-hal lain sulit dipastikan misalnya, berapa kali Paulus mengadakan perjalanan misionernya. Pendapat bervariasi dari dua sampai empat, tetapi banyak orang lebih condong ke pendapat bahwa Paulus melakukan tiga kali perjalanan. Tahap-tahap dan peristiwa utama dalam hidupnya adalah pendidikannya di Yerusalem di sekolah Gamaliel (Kis 22,3), penganiayaan terhadap orang Kristen pada tahun-tahun sesudah itu, perjumpaannya dengan Kristus dalam perjalanan ke Damsyik pada tahun 30-an, pertemuannya dengan para rasul di Yerusalem, misi untuk menobatkan bangsa-bangsa kafir, kemartiran di Roma.

Saulus, Orang Yahudi

Paulus berbicara tentang dirinya pada beberapa kesempatan dan hal ini membantu kita memahami siapa dirinya. Ia memberitahu kita beberapa informasi penting dalam Fil 3, 5-6: "Disunat pada hari kedelapan, dari bangsa Israel, dari suku Benyamin, seorang Ibrani asli, tentang pendirian terhadap hukum Taurat, aku orang Farisi. Tentang kegiatan, aku penganiaya jemaat, tentang kebenaran dalam menaati hukum Taurat, aku tidak bercacat" Dia disunat para usia delapan hari sesudah kelahirannya. Hal ini menunjukkan bahwa ia sungguh berasal dari bangsa Yahudi. Paulus disunat sebagaimana ditetapkan oleh Hukum Taurat Musa (Im 12,3). "Orang Israel" merupakan istilah teknis untuk menggambarkan identitas religiusnya, "dari suku Benyamin." Menjadi anggota suku ini merupakan suatu kehormatan dalam Yudaisme dengan beberapa alasan. Benyamin adalah putra dari Rachel, isteri yang sangat disayangi oleh Yakub, ia juga satu-satunya anak yang lahir di Tanah Terjanji (Kej 35,16-18). Salah seorang keturunan suku ini menjadi raja pertama dari bangsa Israel (1 Sam 9, 1-2) dan suku ini tetap setia kepada keturunan Daud (1 Raj 12,21). Bersama dengan suku Yuda, suku Benyamin adalah kelompok pertama yang membangun kembali Kenisah Yerusalem setelah pembuangan (Kel 4,1). Jadi menjadi anggota dari suku ini adalah suatu kehormatan. "Seorang Yahudi dari kelompok Yahudi" atau dengan kata lain seorang Yahudi yang menjalankan hukum Yahudi secara taat, yang menjalankan Hukum Musa dan berbicara bahasa Aram. Teks-teks ini memperlihatkan kepada kita tentang Yahudi sejati. Paulus juga menyatakan dirinya sebagai seorang Farisi, yang dikenal sangat taat kepada Hukum Musa dan hukum lisan. Hukum lisan ini, yang dijadikan hukum tertulis pada abad kedua sebelum Masehi menjadi terkenal dengan sebutan Talmud. Flavius Josef, seorang sejarawan Yahudi yang bekerja untuk kekaisaran Roma, menulis: "Orang-orang Farisi memaksakan kepada umat Yahudi hukum tradisi nenek moyang yang tidak tertulis dalam Hukum Musa (Antiquités, Juives, 13.297). Kita menemukan gagasan ini sekali lagi dalam Surat Rasul Paulus di mana dia berkata bahwa dia secara fanatik "membela tradisi nenek moyang" (Gal 1,14). Hukum yang terkait dengan makanan, uang dipandang penting. Hal-hal ini secara simbolik membatasi Umat Pilihan sehingga menjadi terpisah dari bangsa manusia lainnya. Iman baru, dalam Yudaisme, menjungkir-balikkan perbedaan ini. Hal ini tidak dapat dibiarkan bagi orang Farisi yang teguh beriman seperti Paulus. Menyangkal hukum ini dan mengatakan bahwa keselamatan diperuntukkan bagi semua umat manusia berarti bahwa Israel berada dalam bahaya kematian. Namun demikian, gambaran atau deskripsi ini tidak membuat kita membayangkan seorang manusia yang dekat dengan kebudayaan iman. Kita telah melihat konteks di mana Paulus bertumbuh di Tarsus. Surat-suratnya membenarkan bahwa ia mendapat pendidikan di sinagoga dan juga dalam lingkungan Yunani. Kemahirannya dalam hal retorika dan pengutipan atau referensinya kepada penulis Yunani kuno menyatakan bahwa ia belajar hal-hal itu paling tidak hingga berusia 14 atau 15 tahun. Selanjutnya, dia dikirim ke Yerusalem untuk mempelajari tradisi nenek moyangnya di sekolah Gamaliel. Bahkan para Rabi dalam kisah itu tidak ragu-ragu memberi kepada para siswa mereka penulis-penulis Yunani untuk dibaca. Karena itu betapa luasnya dunia budaya dan intelektual dari Paulus.


No comments:

Post a Comment